[Prosa] Hikayat Kupu-Kupu
Oleh : Putu Dessy Savitri Dewi
image by pexels |
Sebab
tiada yang baru di bawah matahari, maka kita memang hanya bisa meniru. Dari
semua kata-kata yang akan kukatakan, sudah pernah dikisahkan sejak dulu.
Memang
kau kira dari mana aku dapatkan kata-kata dan bisikan ide itu?
Seseorang
tua di dalamku yang memandu, agar sampai juga ke cerita yang dituju. Dan
tugasku itu meneruskan cerita ini pada ulat-ulat sepertimu yang selalu
bertanya, selalu mencari, selalu merindu.
Kepak
sayap mahluk yang bernama kupu-kupu itu dulunya juga ulat serupa dirimu. Tapi
tidak semua ulat serupa dirimu menjadi kupu-kupu.
Kau
bisa memilih ingin seperti apa warna sayapmu, itu bagian terbaiknya. Dalam
tidurmu nanti pikirkanlah warna itu dan pilihlah yang benar relevan bagi
dirimu.
Bagian
tidak baiknya kau harus sabar. Kau harus sabar akan ketidakpastian. Siapakah
yang bisa tahan? Kau merajut rumah satu demi satu, helai demi helai tanpa boleh
ada kerusakan tanpa boleh ada kegagalan.
Oh,
jelas itu sangat sulit butuh konsentrasi tinggi. Jangan sampai konstruksi rumahmu
bermasalah karena jika sudah jadi, kau takkan bisa memperbaiki. Setelah jadi,
maka kau akan mengurung diri. Kau tidak bisa melakukan apapun selain pasrah dan
berserah.
Esok
kau masih ada atau sudah mati dimangsa, itu adalah misteri.
Bahkan
hembusan angin berpotensi membuat nyawamu tidak ada lagi.
Kau
diam sampai batas waktu yang bukan kau yang menentukan. Lalu ketika lonceng itu
berbunyi, matamu akan berkedip-kedip lagi dan kau yang memutuskan untuk bangun
atau tidur kembali.
Jangan
salah, banyak yang tidak mau bangun karena sudah indah di dalam mimpi. Sudah
nyaman dan hangat tidak perlu apa-apa lagi. Mereka biasanya menyanyikan satu
kalimat dalam koor yang sama “untuk apa melihat yang sejati, kami sudah nyaman
di sini”.
Kalau
kau memutuskan bangun, maka tubuhmu diperas dengan menyakitkan, membuang
hal-hal yang seharusnya kau tinggalkan termasuk rumah dan tubuh yang nyaman.
Lalu kau jatuh dan melihat secara ajaib sayap itu tiba-tiba ada di punggung.
Kau
akan bisa terbang dan melayang-layang melihat bumi luas lebih dari keadaan
ulatmu. Kau melihat yang dulu tak bisa kau lihat. Kau merasa yang dulu tak bisa
kau rasa.
Apakah
itu, aku tak bisa membocorkanknya karena jika ingin tahu, kau harus
mengalaminya. Kau akan heran dan terkejut betapa banyak hal yang dulunya kau
kira seperti itu, sejatinya bukan begitu. Tapi karena bahagia itu relatif aku
tak bisa menjanjikanmu apa-apa. Kau hanya akan melihat benar di atas benar yang
selalu kau gelisahkan.
Aku
hanya mengabarkan, aku juga tidak masalah jika kau hanya bertanya, sementara
kau nyaman dengan bentuk ulatmu saja.
Comments
Post a Comment